Home / Agama / Artikel

Selasa, 28 Februari 2023 - 07:00 WIB

Bid’ah, Bid’ah dan Bid’ah !!!

Bid’ah satu kata yang seringkali kita dengar: Bid’ah, Bid’ah, Bid’ah, Bid’ah. “Kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin finnaar” (Semua bid’ah adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka). Sebenarnya sudah taukah arti Bid’ah? Apa cuma kaya Hijab dan Hijrah?

Kebanyakan orang jika ditanya “Apa itu Bid’ah?” mereka akan menjawab, segala hal baru yang tidak pernah ada di jaman Rasulullah. Sebagian orang juga menjawab, yaitu segala hal yang diada-adakan dan tidak pernah dilakukan/dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Wah kalau diartikan seperti itu,  semua orang masuk neraka dong! Baju, HP, Laptop, kutang, kancut yang kamu pakai saat ini juga tidak ada di jaman Nabi, bahkan wajahmu pun juga tidak ada di jaman Nabi SAW? Jadi semuanya masuk neraka? Itu arti Bid’ah?

Di Jaman Nabi saw, zakat fitrah tidak ada yang pakai beras. Maka di jaman ini yang zakat pakai beras akan masuk neraka! Berangkat ibadah Haji harusnya berjalan dan naik unta. Maka sekarang yang berhaji naik pesawat  semuanya masuk neraka. Kacau semua bos!

Baca Juga :  Sudah Hijrah Kok Malah Semakin Payah (Part 1)

Maka guruku yang mulia selalu berpesan, “Pahami dulu tentang definisi”. Dalam berbagai kaidah pokok ilmu dalam islam, ada yg disebut dgn Ta’rif (definisi). Yaitu pengertian yang menjelaskan suatu hakikat makna perkataan, ungkapan atau pendapat hukum.

Pahami dulu tentang DEFINISI. Jadi apa itu bid’ah?

Bid’ah adalah : “Thariqatun Fiddini Mukhtara’ahtun, Tudhahiyus Syariah Yuqshodu Bisuluki Alaiha Al-Mubalaghahtu Fitta’abudi Lillah”

Apa artinya? Jadi Bid’ah adalah suatu jalan/cara beragama yang dibuat-buat sehingga menyerupai/menandingi SYARIAT dengan tujuan mengamalkannya untuk berlebih-lebihan dalam ibadah terhadap Allah.

Imam Al Baihaqi mendefinisikan bid’ah yaitu, suatu jalan beribadah (ciptaan/rekaan/dibuat-buat) yang disandarkan oleh pembuatnya kepada agama sehingga menyerupai SYARIAT, yang dikerjakan dgn maksud berlebih-lebihan dan menjadikannya tata agama baru yang menyerupai/menandingi jalan syariat, sementara yang dikerjakannya tidak bisa dikembalikan kepada hukum Al-Qur’an dan Hadits.

Baca Juga :  CHILDFREE: Akhirnya Muncul Lagi ?

Contoh: Sholat maghrib rukun & syariatnya adalah 3-rakaat, terus ada orang yang saking semangatnya beribadah dan ingin pahalanya bertambah, maka ia melakukan sholat maghrib menjadi 4-rakaat.

Inilah bid’ah, dia menambah sendiri rakaat maghrib yang sudah jelas ketentuan rukunnya sehingga berlakulah sabda rasulullah, “Kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin finnaar” (semua bid’ah adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka) Kalau mau sholat ribuan rakaat di persilahkan dengan sholat sunnah.

Konteks bid’ah adalah mengada-adakan perkara baru dalam urusan syariat agama. Sebagaimana riwayat imam muslim, “Telah menceritakan kepada kami [Abu Ja’far Muhammad bin Shabah] dan [Abdullah bin ‘Aun Al Hilali] semuanya dari [Ibrahim bin Sa’d]. [Ibnu Shabah] berkata;

telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa’d bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf] telah menceritakan kepada kami [ayahku]dari [Al Qasim bin Muhammad] dari [‘Aisyah] dia berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak” Sampai sini jelas yah?

Baca Juga :  Selamat Hari “Pesantren” Pendidikan Nasional

Lalu bagaimana dengan fatwa yang rame akhir-akhir ini?

Yah silakan aja, toh hanya fatwa.

Memahami fatwa yg paling mudah adalah ketika ada orang mengajukan pertanyaan kepada ulama Faqih yang menguasai dalil-dalil hukum agama, si penjawab disebut MUFTI dan pendapatnya/ jawabannya disebut dengan FATWA.

Fatwa tsb tidak punya legalitas untuk memaksa dan TIDAK WAJIB ditaati. Terkecuali jika Fatwa itu dikuatkan dgn sebuah keputusan hakim (Qodhi), maka potensinya menjadi undang-undang hukum (Qanun) dalam suatu wilayah, sebagaimana di Saudi yang kini membolehkan wanita mengemudi mobil.

Maka imam Nawawi mengatakan, “Fatwanya seorang Alim/Ulama itu TIDAK mengikat suatu keharusan, berbeda dengan keputusan hakim/Qodhi” (Adabul Fatwa li An-Nawawi)

Pertanyaannya sekarang:

1. Apakah Indonesia mempunyai seorang Mufti yang wahid?

2. Apakah Indonesia mempunyai seorang Qodhi? Jawabnya adalah TIDAK!

So Case closed.

diambil dari: thread@CeritaGuruadeirra

Akhmadi Didi

Share :

Baca Juga

Sejarah Perang Badar

Artikel

Sejarah Perang Badar: Mau Tau Apa Sejarahnya? Yuk Kita Simak!

Agama

Automated Containers Make Organic Urban Farming Feasible
pahala puasa

Artikel

Pahala Puasa, Yuk Simak 5 Hal yang Bisa Merusaknya!

Agama

Tutup Kuping Saat Dengar Musik = Radikalisme?

Agama

Keajaiban Subuh
Ekstrovert dan Introvert

Artikel

Ekstrovert dan Introvert: Kepribadian Kamu yang Mana?

Artikel

Pencegahan dan Dampak Gangguan Mental? Yuk Simak!

Agama

BAB 6 – 7 || Jilid 1