Pernah mendengar kata Stoikisme? Stoikisme merupakan filosofi yang menekankan pentingnya mencapai ketenangan dan kebahagiaan dengan berfokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, sebelum lebih jauh mari berkenalan dulu dengan Stoikisme ini.
Stoikisme merupakan aliran filsafat bukan sebuah aliran sesat atau sebuah agama, melainkan sebuah pandangan hidup untuk mengontrol emosi yang ada pada diri kita agar lebih stabil, Stoikisme sendiri sudah ada pada abad 300 SM yang di dirikan oleh Zeno seorang filsuf dari Yunani Kuno.
Kebanyakan orang terlalu menaruh standar kebahagian mereka pada dimensi eksternal seperti contohnya bagaimana pendapat orang lain, bagaimana orang lain mengvalidasi keberhasilan pada diri kita.
Dengan adanya aliran ini kita dapat mengendalikan itu semua dengan dimensi internal kita yaitu fokus dengan apa yang sudah dilakukan, berani dengan segala resiko, Stoikisme sendiri lebih berfokus pada solusi daripada terlarut akan masalah yang ada.
Ketika misalnya di kerjaan kita menerima komplain dari klien, seorang stoic bukanya terlarut mengapa bisa mendapat komplain, tetapi fokus bagaimana caranya agar lain kali tidak menerima komplain. Terlarut tidak akan menyelesaikan masalah yang ada malah menambah-nambah beban untuk diri sendiri.
Contoh lain yaitu dari kisah Epictetus beliau dulunya hanya seorang budak yang miskin bukannya terlarut bahwa ia merupakan budak yang miskin dan menerima nasib tetapi ia fokus untuk bagaimana caranya keluar dari lingkaran kemiskinan.
Pada intinya, Stoikisme mengajarkan kita untuk dapat mengendalikan hal-hal yang kurang menguntungkan yang dapat menguras energi di dalam diri, mengeluh, merenungkan hal yang sudah terlanjur terjadi, marah pada diri sendiri.
Stoikisme hadir untuk dapat membatasi hal-hal tesebut saat gelas tumpah tanpa sengaja cukup bereskan dan bersihkan yang kotor tanpa memikirkan kenapa gelas bisa tumpah kendalikan reaksi dan emosi terhadap situasi yang tidak menguntungkan seperti hal yang tadi sudah di jelaskan.
“Yang penting bukanlah apa yang terjadi pada Anda, melainkan bagaimana Anda bereaksi terhadapnya.” Epictetus.
“Reaksi terbaik terhadap emosi adalah penerimaan yang disertai keikhlasan” Ariska puja.
Maksud kutipan dari penulis adalah kedewasaan emosional muncul dari penerimaan bukan penolakan.
